Kamis, 13 Maret 2014

cerita rakyat

Menunjuk Kuburan
Jan 01, 1990, 14:33:00 1249 Jakarta.go.id - Dua orang pemuda tanggung berjalan melewati pemakaman. Salah satu makam tampak kurang terawat, rumput liar tumbuh di atasnya. Sampah pun tampak mengotori kuburan itu. "Kasihan", ujar salah seorang pemuda itu, "Keluarga orang yang dikubur di sana tentu tak pernah berziarah ke sini". "Kuburan yang mana ?"tanya temannya. "Itu", sahut pemuda itu seraya menggerakkan tangan hendak menunjuk. "He jangan", cegah temannya seraya menipis tangan pemuda itu. "Kenapa?" pemuda itu terheran-heran. "Kalau kau ingin menunjuk kuburan, lebih baik gunakanlah saja lidahmu", tutur temannya, "Jangan sekali-kali kau gunakan tangan". "Memangnya kenapa kalau menggunakan tangan?"
 
Si Jampang
Jan 01, 1990, 14:33:00 4847 Jakarta.go.id - Anak laki-laki itu dinamakan Jampang. la lahir di desa Jampang Sukabumi Selatan. Bapaknya berasal dari Banten dan ibunya berasal dari desa ]ampang. Anak laki-laki itu tinggal di rumah pamannya di Grogol Depok. Pamannya sangat sayang kepadanya, selain keponakan, anak laki-laki itu juga yatim piatu yang memerlukan perlindungan. Sang paman membawa Jampang dari desa Jampang ke Grogol Depok. Dirumah pamannya, Jampang dibesarkan. Jampang diperlakukan sebagai anak sendiri. Agar ]ampang memiliki ilmu, bekal hidupnya, oleh pamannya ia disuruh mengaji pada seorang guru ngaji di Grogol Depok. Jampang juga disuruh belajar ilmu bela diri oleh pamannya. Pamannya berkata, "Pang, Lu mesti punya kepandaian silat, karena menegakkan kebenaran tanpa kekuatan adalah sia-sia." " Aye mang ! " jawab Jampang penuh rasa hormat.
 
Si Pitung
Jan 01, 1990, 14:33:00 2403 Jakarta.go.id - Memasuki abad ke-20 tanah Betawi kokoh dalam cengkraman penjajah Belanda. Hampir 3 abad penjajah menikmati kehidupan diatas keringat dan darah serta air mata penduduk pribumi Betawi. Penjajah dengan segala daya dan upaya memeras keringat penduduk melalui tuan tanah, para mandor, para centeng, dan bukan saja keringat bahkan tulang sumsum penduduk Betawi akan diperas jika memberikan keuntungan kepada mereka. Pak Piun memandang langit mendung, sementara isterinya bu Pinah duduk di bale-bale depan rumah sambil memegang perut yang kian membesar. Beberapa hari lagi isterinya akan melahirkan anak yang ke empat. Tiga anaknya duduk di dekat ibunya, sambi! bertanya, "Mengapa padi yang baru dipanen dirampas centeng Babah" bu Pinah mengusap kepala anaknya sambil berkata lirih, " Biarin tong, lagian padi kite masih ada."Pak Piun tetap memandang langit yang mendung, berharap kepada yang maha kuasa agar isterinya melahirkan dengan selamat.
 
Bhineka Tunggal Ika
Jan 01, 1990, 14:33:00 590 Jakarta.go.id - "Ampir gue kemplang tu orang!" kata Bang Hamdan marah-marah, "5embarangan aje ngatain bendera orang. Biar jelek-jelek juga bendera gue tuh, riwayatnya jempolan. Huh, die nggak tau sih! Gue bole rebut dari ujung hotel De-Sen tuh dulu waktu zaman siap-siapan...." "Ude-ude deh!" sahut bininya, "Nggak same tenggak tuh kopi, pan katanye lu mau ke Gambir!". Begitulah di tanggal17 Agustus itu setelah berdandan rapi dan tak lupa pake lencana merah putih di dadanya, berangkatlah Bang Hamdan ke depan istana. Bininya ogah ikut, lantaran ia tak suka berdesak-desakan, gampang pusing, gampang mabok katanya. "Wah, ude rame!" bisik Bang Hamdan setibanya di depan Istana. Tapi die nyelak terus, maju. Dia mau lihat Bung Kamo dari dekat. "Eh-eh," katanya, "dasar orang gede, tetap angker aje keliatannya!" Tapi heran juga dia, waktu Bung Kamo lagi pidato berapi-api banyak orang asyik isi perut masing-masing. "Bukannya dia dengerin omongan Bapak kita, eeh pade enak-enakan nongkrong gegares ....."katanya geram, "Minum es lah, ngelebok ketoprak lah!" tambah kesel lagi ketika dilihatnya banyak lelaki pada cengar-cengir melirik perempuan-perempuan,
 
Lenong
Jan 01, 1990, 14:33:00 874 Jakarta.go.id - "Hoooi lenong ! Kapan mau maen? Mate gue pan ude lapar nih, perut gue ude ngantuk!" teriak para penonton saking keselnya menunggu. Orang berdempet-dempetan mengerubungi panggung lenong. Laki perempuan campur aduk dan cecere-cecere penuhnya di sebelah depan. Barulah ketika tepat pukul 09.17 WIB, mendadak gamelan lenong berbunyi santer banget : "Mong, duk-duk mong, duk-duk mong, duk mong, mong, duk mong!", sehingga bocah-bocah pade kegirangan menjerit-jerit. "Huree... maen, leong maen!" Dan seorang kakek di sudut sembari melirik arlojinya, berkata : "mentang-mentang orang Indunesia, masa Ie telat sampe tujuh belas menit ....!" Sementara Bang Pa'ul yang menanggap Ienong ini, repot menyambut tetamu-tetamu yang membanjir kondangan. "Eh, gile Bang Pa'ul", kate seorang tamu sembari bersalaman, "Jempol bener eh, maleman bekerjenye nggak ujan barang seketeI!" Dan Bang Pa'ul menjawab sambil nyengir, "Keruan aje, penoIaknye dong manjur.....! Kodok ane kurung di pendaringan !"
 
Anak Revolusi
Jan 01, 1990, 07:33:00 399 Jakarta.go.id - Ibunya sudah lama jadi janda. Ini tidak pernah dirasakannya sebagai gangguan. Dia tahu, ibunya masih cantik, masih banyak orang yang mau dengan ibunya. Sudah sering dia mendapat persenan baik uang maupun pakaian dari laki-laki yang ingin merasakan kemanisan hidup dengan ibunya. Segala persenan itu diterimanya sebagai tipuan belaka. Adiknya saja yang belum mengerti; masih senang dia ditipu orang. Ibunya buat dia dan adiknya saja. Orang luar tidak boleh mengganggu kenikmatan mereka. Putusan ini sudah lama diambilnya, kalau dulu masih lemah, sekarang sudah membesi dalam hatinya. Malah pamannya yang pernah menjadi tempat dia bersombong kepada kawan-kawannya, sekarang sudah tidak berharga lagi. Dia mau menjadi seorang bapak buat adiknya dan seorang pahlawan bagi rumah tangga ibunya. Pagi-pagi Ama sudah ke luar berdagang dengan serdadu-serdadu India atau Inggris dan kalau hari sudah malam baru dia pulang. Tiap hari mesti ada untung yang masuk kadang-kadang besar, kadang-kadang juga kecil, tetapi selalu lebih besar dari kawan-kawannya yang sebaya dengan dia.
 
Nenek Jenab dengan Buaya Buntung
Jan 01, 1990, 14:33:00 1583 Jakarta.go.id - Alkisah menurut cerita pada masa dahulu, hiduplah seorang gadis yang bernama Jenab. Ia berumur 20 tahun. Parasnya amat cantik. Ia tinggal bersama ibunya yang sudah tua di sebuah rumah yang besar dan indah. Rumah itu warisan ayahnya. Di masa hidupnya, ayah Jenab kaya raya dan terpandang di kampungnya. Kedua orang tuanya amat menyayangi Jenab sebagai anak semata wayang. Setelah ayahnya meninggal karena sakit, Jenab diurus ibunya dengan baik, sehingga tumbuh dewasa sebagai gadis cantik. Kecantikannya itu terkenal di seluruh kampung di Betawi. Boleh dikatakan tak ada kekurangannya kecantikan Jenab itu, sehingga seluruh pemuda tergila-gila padanya. Sayang di balik kecantikannya itu Jenab mempunyai sifat tercela. Ia angkuh. Karena itu banyak pemuda yang akhirnya kecewa terhadap Jenab. Meskipun demikian, ada juga pemuda yang tertarik kepada Jenab. Hal itu menyebabkan keangkuhan Jenab menjadi-jadi. Sifatnya dari hari ke hari menjadi makin kasar. Melihat tingkah laku Jenab yang kasar, ibunya bersedih hati.
 
Ariah Si Manis Ancol
Jan 01, 1990, 14:33:00 2766 Jakarta.go.id - Ariah, atau Arie, anak kedua Mak Emper. Ariah mempunyai seorang kakak perempuan. Tatkala kakak beradik ini masih kecil, ayahnya meninggal. Hancurlah kehidupan tiga hamba Allah dari Kampung Sawah, Kramat Sentiong. Ini terjadi sekitar tahun 1860. Menjadi adat orang Betawi jaman dulu, siapa yang kaya menolong yang miskin. Seorang saudagar padi di kampung Kramat yang mempunyai sawah luas mengajak Mak Emper dan kedua anak perempuannya tinggal di emperan rumahnya. Emperan ialah bangunan rumah kecil yang berdiri menempel pada bangunan rumah besar. Mak Emper dan kakak Ariah membantu menumbuk padi milik saudagar itu. Ariah sehari-hari meneari kayu bakar, sayuran dan telur ayam hutan di hutan Ancol. Tahun demi tahun berlalu, kehidupan Mak Emper datar saja. Tidak kelaparan, tetapi sangat jauh untuk dikatakan berada.
 
Cik Siti
Jan 01, 1990, 14:33:00 494 Jakarta.go.id - Siti lagi menyapu lantai sambil bemyanyi tiba-tiba tukang kelontong datang lagi. TUKANG KELONTONG: (Merayu) Eee..... Siti! Rajin kali pagi-pagi nyapu suda! Biar bersih ya nyapunye, supaya dapet suami mukanya licin kaya muka saya... SITI         : (Kesal) Heh, ini tukang kelontong, apaapaan balik kemari lagi? AWANG    : Mao sodorin ini nih.... lawon, bagus-bagus, deh. SITI        : Ogah ah! Hargenya mahal. Buat ape? Tadi Kan enggak dikasih. TUKANG KELONTONG: Ooo, Siti! Sekarang tida usah bayar. Saya mau kasih gratis. Hadiah buat Siti. SITI         : (Heran) Hadiah ? Persenan buat apaan? Tumben ! jangan-jangan ade maunye nih ...
 
Pancuran dan Pangeran
Jan 01, 1990, 14:33:00 565 Jakarta.go.id - Pada masa yang silam hiduplah seorang raja yang sangat adil dan bijaksana. Ia memerintah sebuah kerajaan yang terletak antara Jakarta dan Bogor. Kelak keturunan raja memerintah pula dengan amat bijaksana dan terpuji, sehingga berabad-abad lamanya penduduk hidup dengan aman dan sejahtera. Raja mempunyai tiga orang anak laki-laki dari ibu yang berlainan, karena raja mempunyai dua orang permaisuri. Setelah tua, raja bingung, siapa diantara ketiga anaknya yang akan mewarisi tahta kerajaan. Jaya putera raja dari permaisuri pertama, Suta dan Gerinda putera dari permaisuri kedua. Jaya tampan parasnya, dan tegap tubuhnya. Lagi sopan dan bijaksana perilakunya. Rambut bergelombang, dan dati sepasang mata yang indah terpancar sorot yang tajam. Hidungnya mancung, bibirnya tipis dan bila tersenyum tampak sederet gigi yang putih bersih. Dahi lebar pertanda cerdas, kulit sawn matang namun bersih dan halus. Ia penyabar, tapi tegas. Suta dan Gerinda tak kurang pula ketampananan dan kecerdasannya.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar